Fungsi dan Peran Editor

Fungsi dan Peran Editor

“Tolong edit konten tulisan saya. Ganti semua yang mau diganti, ganti alurnya, penokohannya, latarnya.” Mendapatkan pesan begitu, editor bingung.

Penulis sadar bahwa peran editor sangatlah penting. Tetapi tidak semua penulis memahami (batas wialayah) kerja editor. Dalam pesan di atas, penulis meminta editor untuk menulis ulang, bukan mengedit. Lalu apa saja tugas dan peran editor? Eja Bahasa merumuskan kerja editor sebagai berikut.

  1. Me-review naskah

Editor merupakan pembaca kritis pertama bagi naskah Anda. Bisa jadi Anda telah menyerahkan naskah kepada teman-teman terdekat untuk mendapatkan masukan, akan tetapi mereka bukanlah orang yang harus bersikap kritis. Berbeda dengan editor yang memang membekali diri dengan sikap kritis dan melihat celah-celah yang terdapat pada naskah Anda. Bukan untuk mencari-cari kesalahan penulis, melainkan untuk memperbaikinya jika memang terdapat kesalahan.

Dari review yang dilakukan editor, maka tampaklah beberapa persoalan dalam naskah, baik dari sisi konten maupun teknis.

  1. Memberi masukan kepada penulis

Setelah terpetakan masalah-masalah yang terdapat dalam naskah, editor memberikan catatan sebagai masukan kepada penulis. Jika bukan suatu hal yang substansial, editor bisa langsung mengubahnya. Namun jika hal itu dapat mengubah substansi, maka editor hanya berhak memberikan saran.

  1. Menyampaikan maksud penulis

Dalam beberapa kasus, penulis kesulitan menyampaikan maksud atau pesannya kepada pembaca, sehingga bahasa yang digunakan cenderung belepotan dan sulit dipahami. Hal ini berhubungan dengan tata bahasa, penggunaan diksi, tanda baca, salah ketik, ejaan, dan logika cerita.

Tidak semua penulis memahami tata bahasa. Beberapa penulis bahkan beranggapan bahwa tugasnya hanya menulis. Untuk menata penggunaan bahasa diserahkan kepada editor. Apakah hal ini baik? Baik jika Anda hanya ingin menulis, namun sebaiknya penulis memahami tata bahasa Indonesia dengan baik.

Tidak semua penulis dapat menggunakan diksi dengan tepat. Beberapa penulis menginginkan adanya dinamika diksi dalam karyanya, tidak lurus-lurus saja, atau perlu bunga-bunga diksi. Akan tetapi ia justru terjebak dalam penggunaan diksi yang cenderung melenceng.

Tidak semua penulis memahami penggunaan tanda baca. Jika Anda sebagai penulis, lihatlah tulisan Anda, apakah dalam satu paragraf hanya ada satu titik di akhir paragraf? Itu satu contohnya. Banyak penulis yang demikian. Untuk lebih efektif, gunakan titik pada satu kalimat, bukan satu paragraf. Secara teknis, gunakan titik pada satu kali tarikan napas orang membaca. Satu kalimat dibaca dalam satu tarikan napas. Pun demikian dengan penggunaan tanda baca lainnya, penulis harus memahami kapan koma digunakan, tanpa petik, tanda tanya, tanda seru, dan lain sebagainya.

Tidak ada seorang pun yang menulis tanpa salah ketik. Di sinilah editor berperan untuk mengubah salah ketik, meski secara umum hal ini menjadi tugas proofreader. Namun ketika melihat ada salah ketik, editor harus bersedia membenarkannya. Selebihnya menjadi tanggung jawab proofreader.

Tidak semua penulis update tentang ejaan dalam PU EBI. Perubahan-perubahan yang terjadi terkait ejaan tidak pernah dipublikasi secara luas, sehingga kitalah yang harus aktif mencari tahu. Seorang editor wajib selau update.

Terkadang, karena memikirkan banyak hal dalam bukunya bahkan sampai penerbitan dan distribusinya, seorang penulis luput pada logika cerita. Atau ketika menulis hal-hal yang sebenarnya tidak dikuasai, penulis luput akan logika peristiwanya. Nah, editor wajib memberi catatan.

  1. Negosiator

Fungsi dan peran utama seorang editor adalah negosiator. Artinya, poin 1, 2 , dan 3 di atas merupakan masukan dari editor kepada penulis. Jika penulis menolak, editor harus legowo menerimanya. Sebab, apa yang disampaikan editor adalah demi kebaikan naskah dan penulisnya sendiri, namun terkadang penulis memiliki pegangan dan ediologi yang tak tergoyahkan.

  1. Editor tidak menulis ulang

Pesan paling awal dalam tulisan ini mengandung maksud bahwa editor diminta untuk mengubah naskah, editor diminta menulis ulang. Jika editor melakukannya, ia melanggar batas wilayah kerjanya. Editor memberikan masukan, dan jika diterima penulis, maka penulislah yang wajib mengubahnya. Jika editor yang mengubah dan menuliskannya kembali, maka naskah tersebut bisa kita sebut sebagai karya editor, bukan karya penulis.