Menurut Ivan Lanin, meski tidak banyak, bahasa Indonesia memiliki kata dan akhiran yang bertanda gender, misalnya karyawan-karyawati, seniman-seniwati, putra-putri, dan muslimin-muslimat. Penanda gender itu tampaknya kita warisi dari bahasa Sanskerta (-wan, -wati, -a, -i) dan bahasa Arab (-man, -in, -at). Kata maskulin (-wan, -man, -a, dan -in) bisa dipakai untuk laki-laki dan perempuan (nirgender), sedangkan kata feminin (-wati, -i, dan -at) hanya dipakai untuk perempuan (bergender).
Penanda gender (bergender marker) dimiliki beberapa rumpun bahasa, seperti Indo-Eropa (misalnya bahasa Jerman), Afro-Asia (misalnya bahasa Arab), dan Dravida (misalnya bahasa Tamil). Namun, bahasa Indonesia termasuk rumpun bahasa Austronesia, yang pada umumnya terdiri atas bahasa-bahasa nirgender (genderless). Oleh sebab itu, saya lebih memilih untuk menggunakan kata bahasa Indonesia yang nirgender daripada yang bergender.